Apa kabar hati? Hari ini harus kah aku menyapamu? Atau harus
kah aku mematahkanmu lagi? Membuatnya jadi berkeping-keping. Bahkan menyayatnya
hingga berdarah-darah. Sampai akhirnya aku menyerah. Pada cinta yang tak
kenal kata lelah. Percayalah... Aku akan menulis tulisan ini dengan singkat.
Karena tidak ingin membuatmu semakin terpikat. Serta terpenjara di dalam
diriku. Kamu tidak boleh berlama-lama denganku, atau kamu akan kehilangan
dirimu. Aku ini siapa? Aku ini hanya luka. Semakin kau kenal aku, maka semakin
tersiksanya dirimu. Semakin kau tolak diriku, maka semakin parah kondisimu saat
mencoba menerimaku. Tapi semakin cepat kamu belajar dariku, maka semakin cepat
juga kamu sembuh. Kamu tahu? Sejujurnya aku lelah melihatmu seperti itu.
Melihatmu tersayat-sayat oleh bilah-bilah pisau dia. Aku sendiri tak tahu,
kenapa aku menjadi aku? Terlalu banyak alasan yang menyebabkan aku menjadi
seperti ini. Seperti layaknya aku yang sekarang. Aku yang seringkali membuat
cuacamu menjadi seindah pelangi dan secerah matahari tapi kini berbuah setelah
kau menyangkaku pergi dengan beringkat janji hati kamu menganggapku sebagai
mendung bahkan hujan hingga pelangi tak percaya lagi pada awan mendung. Salah
satunya adalah rindu. Rindu adalah sahabatku nomer satu. Dia bisa
datang kapan pun dia mau, meskipun aku tidak mengundangnya. Seringkali
rindu menyalahkan jarak, atas kehadirannya yang tidak tepat. Rindu selalu
menggerutu dan tidak berhenti menyalahkan sesuatu. Selain sahabatku nomer satu,
rindu juga bilah pisau favoritku dalam menyayatmu. Dia tidak setajam itu untuk
membelahmu menjadi beberapa bagian dalam satu waktu, bahkan ia cenderung
tumpul. Tapi seperti yang tadi sudah kubilang, dia selalu datang. Dan terus
saja datang. Tanpa bisa kau hentikan. Aku menghujammu dengan bilah rindu
berpeluk jarak, perlahan tapi pasti. Meluruhkan cinta. Menaklukkannya dan
mengusirnya tanpa kau sadari. Cinta pernah titip pesan padaku, katanya dia izin
mengisi penuh kamu. Tapi aku tidak pernah membalasnya. Karena aku tidak bisa
berjanji untuk tidak datang. Biasanya, saat cinta; yang notebene bukan cinta
yang sesungguhnya, dia akan dengan sengaja mengundangku di akhir cerita. Bahkan
memintaku menyayatmu dengan bilahku yang lainnya. Pengkhianatan. Menjadikanmu
bagai butiran-butiran debu tak bernyawa. Aku justru lebih bosan lagi saat cinta
datang perlahan. Dan kamu hanya menyambutnya dengan malu-malu. Saat kebosananku
membuncah, maka bilah pisau terakhirku mengambil alih keadaan. Dengan bilah itu
aku mematahkanmu jadi beberapa bagian. Namanya bilah penyesalan. Karena saat
kamu sadar cinta hadir, semua sudah terlambat. Cinta yang sempat menyapa
rumahmu, akhirnya lelah, dan pindah ke rumah lainnya. Aku lelah jadi diriku.
Aku lelah terus saja menyiksamu. Melihat mendung di hari-harimu. Aku rindu kamu
yang ceria, aku rindu kamu yang jatuh cinta. Maka biarkanlah aku beristirahat.
Dan berhati-hatilah, karena aku datang tanpa peringatan.
Pas baca ada terharu...
ReplyDeleteBagus kok ceritanya
Terus berkarya ya...
makasih stev :D
ReplyDelete